Jumat, 03 Agustus 2012

Clash of The Two Giants




Clash of the titans bercerita tentang bentroknya dua kekuatan raksasa yaitu para dewa olympus dan kaum Titan, ayah para dewa itu sendiri yang dikurung oleh zeus. Tapi saya bukan membahas cerita film, yang filmnya sendiri mendapat banyak kritik dari para kritikus film itu atau legenda para dewa Yunani. Yang saya mau bahas adalah bagaimana dua kekuatan raksasa di Indonesia yang pada akhir july kemarin akhirnya “bentrok”.

Ya kalau anda mengerti maksud saya, anda pasti tau yang saya maksudkan adalah KPK dan POLRI. Dua biro pemerintah yang mempunyai kekuatan besar di Indonesia. Yang satu bertugas untuk menjaga keamanan negara, sedangkan yang satu lagi bertugas untuk mengamankan negara dari perbuatan korupsi.

Hal ini di picu saat KPK menetapkan DS sebagai salah satu tersangka pengadaan alat simulasi untuk pembuatan SIM (korupsi selalu banyak di kasus pengadaan ya, tanya kenapa? :P). DS sendiri merupakan salah satu petinggi polisi berpangkat Inspektur Jendral

Yang membuat hal ini begitu “spesial” (selain kasus korupsinya tentu saja) adalah peristiwa di tahannya para penyelidik KPK saat hendak membawa barang bukti dari kantor satlantas (kalau tidak salah ya) polri. Di tahan disini maksudnya adalah tidak diizinkan keluar dari kompleks kantor polisi tersebut, bukan di penjara. 

Nah, yang bikin saya bingung ini, kenapa pihak polri harus sampai berbuat demikian. Apakah petugas KPK mengadakan pengeledahan di sana tanpa surat resmi? Pasti ga mungkin dong. Jadi kenapa Polri harus begitu? Siapa yang memerintahkan hal ini? Apa kapolri langsung? Ga tau juga. Yang jelas para ketua KPK harus turun langsung bernegosiasi agar tim KPK bisa keluar.

Kenapa saya tiba – tiba peduli membahas hal kaya gini?

Karena saya bingung. 

Semua pekerjaan pegawai negara di Indonesia ini sepertinya sama sekali ga ada uraian jabatannya. Misalnya kita punya Badan Narkotika Nasional yang mengurusi obat – obatan terlarang, tapi di kepolisian juga punya divisi narkotika yang mengurusi obat – obatan terlarang. Bagaimana yurisdiksi keduanya rakyat cenderung ga tau dan ga peduli. Jadi kalau mereka bentrok gimana mengatasinya? Masih banyak badan lain yang cross connect (ciee istilah elektro nih :P) begini tugasnya. Termasuk lah KPK dan Polri ini. Soalnya sekarang banyak juga kasus – kasus korupsi yang di laporkan ke polisi. Jadi polisi itu ngurusin korupsi juga? Korupsi yang bagaimana? Oleh siapa? Kita ga tau. Terus korupsi KPK korupsi yang bagaimana? Apa khusus untuk pejabat negara dan anggota DPR saja? Kita juga ga tau. Bingung kan jadinya? Hehehe.

Yang di khawatirkan adalah kedua lembaga ini malah bermusuhan jadinya. Kedua lembaga yang harusnya bekerja sama dan bahu membahu melindungi negara malah jadi ga akur. Kepolisian yang selama ini sangat berkuasa tiba – tiba diobok – obok dari dalam oleh KPK. Apa mereka bisa terima? Ga mungkin lah kalau menurut saya. Polri yang berasaskan militerisme yang sangat menjungjung senioritas ga mungkin membiarkan salah seorang saudaranya diubek – ubek oleh orang lain. Jadi pasti akan ada resistansi yang cukup besar dan KPK sendiri yang masih sibuk dengan masalahnya harus “mengganggu” raksasa lain. Kira – kira hal ini bermanfaat ga buat negara?

Dan terjadi sebuah persaingan. Masing – masing lembaga berlomba - lomba menunjukkan kalau mereka lebih capable dimata publik dibanding yang lain. Hal ini terlihat dari cara mereka menetapkan tersangka. Sehari setelah KPK menetapkan tersangka, Polri juga menetapkan 5 tersangka, lalu keesokannya KPK menetapkan 3 tersangka lain seperti orang yang terburu – buru. Dan kita semua tau kalau terburu – buru itu outputnya sering tidak baik. 

Dan masing - masing lembaga berpendapat kalau lembaga mereka lah yang lebih dulu membuka kasus ini. Kenapa harus begitu? Mbok ya kerja sama aja. Tapi apa mungkin? Apa Polri mau ada lembaga lain yang mengorek - ngorek institusi mereka? Dan dicurigai banyak perwira tinggi lain yang terlibat. Jalan satu - satunya ya cepat - cepat menyelesaikan kasus ini. Siapa cepat dia yang benar. Kira - kira seperti itu jadinya.

Akhir cerita sih menurut Kapolri dan ketua KPK, mereka akan bekerja sama menyelesaikan masalah ini tanpa ada “sikut – sikutan” satu sama lain. Tapi apa emang bisa begitu? Kok saya ga yakin ya?

Yah belajar dari hal ini, pemerintah harusnya belajar bagaimana membuat uraian jabatan yang tepat untuk masing – masing perangkat negara. Jangan sampai ada yang sama atau kelebihan atau malah melanggar yurisdiksi yang lain. Kan lumayan bisa menghemat uang negara jika tidak harus menggaji pekerjaan yang sama atau ga perlu. Perlu diadakan reformasi jabatan pegawai negara di Indonesia. Dengan uraian jabatan dan yurisdiksi yang jelas, maka tidak akan ada peristiwa saling mendahului atau melangkahi.

Yang kedua sebaiknya pemerintah membuat pembelajaran atau pemberitahuan tentang tugas – tugas para perangkatnya kepada rakyatnya. Benar kalau tugas – tugas mereka sudah ada dan diatur di UU, tapi coba kita tanya diri kita sendiri, seberapa banyak sih yang mau membaca UU, UUD 45 aja kalau ga disuruh oleh guru PPKN waktu sekolah dulu, kita bakalan malas untuk membacanya apalagi menghapal dan tau ga berapa banyak UU yang ada di Indonesia? Ribuan. Dan kita mau menghapal semua itu? Kapan nyari duitnya? Kalau pemerintah punya anggaran sebaiknya di jadikan iklan di TV – TV tentang tugas – tugas dari perangkat negara seperti Polri, KPK, BNN, BPN, Bapenas, BPK dll dll. Biar rakyat teredukasi atau paling ga sadar kalau negara punya lembaga – lembaga kaya begini. Jadi ingat ni waktu ada seorang teman yang ditanya apa sih tugas Bulog? Dia bilang bagi – bagi beras. Hehhee.

Kekuatan yang paling kuat saat ini adalah kekuatan rakyat. Waktu rakyat teriak – teriak tentang kedelai yang mahal, mentri perekonomian dan presiden pun dibuat repot. Sampai – sampai presiden pun bikin pidato tentang kedelai padahal ada urusan lain yang ga kalah penting misalnya investasi atau infrastruktur di Indonesia yang ancur – ancuran atau kinerja mentri – mentrinya yang ga bagus. Dan media pembelajaran rakyat adalah TV. Rakyat lebih milih punya TV daripada sekolah, jadi gunakanlah TV sebagai pembelajaran tentang perangkat negara tersebut. Agar rakyat tidak bodoh dan kerjaannya teriak – teriak eeeeaaaaa.... eeeeeaaaaa di acara lawak saja.

Buset... saya kedengarannya pesimis banget ya? Mudah – mudahan ga kaya gitu lah. InsyAlloh.

Semoga negara ini kembali ke jalan yang benar. Amiiin ya Rabb.

2 komentar:

Muhfi Asbin Sagala mengatakan...

Pertama, mau koreksi sedikit ni bang. Polisi itu bukan lembaga militer negara bang dan tugasnya juga bukan untuk mengamankan Negara.

Polisi adalah lembaga sipil yang tugasnya untuk menjaga kamtibmas.

Kedua, Posisi alat negara di Indonesia memang kacau balau. KPK dan POLRI adalah satu contoh.

Misal lain adalah lembaga anti teroris. Aku pernah baca, pemerintah punya satu lembaga antiteroris yaitu BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), ada yang pernah dengar? :)

(dan lagi-lagi) di TV kita malah sering lihat Polisi Cap 88 (Detasemen 88 Antiteror) bergerak untuk urusan penanggulangan teroris. Polisi Cap 88 sama BNPT ini punya garis koordinasi apa garis komando? Dibawah menteri jugag? Bingung Aku!

Lalu, TNI juga punya pasukan antiteror. Sebenarnya siapa yang antiteror ini? :D

Sekian

Luthfi mengatakan...

Terima kasih koreksinya bang. awak kira polisi juga militer soalnya jaman dulu kan gabung di TNI juga.

iya juga ya ada yang namanya BNPT, baru ingat awak. hehehe.

klo awak rasa bagian itu di buat di masing - masing lembaga untuk menjaga eksistensi lembaga itu sendiri bang. supaya ga ketinggalan kalau ada peristiwa, sama untuk nambah2in anggaran negara aja.

mudah2an negara ini belajar menjadi lebih baik bang